PERKEMBANGAN MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA
PEMERINTAHAN PENDUDUKAN JEPANG
A. Kehidupan Politik Masyarakat Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang
Pemerintah Jepang melaksanakan pemerintahan
secara diktator, yang berarti kebebasan sikap berdemokrasi tidak dibenarkan. Dalam
hal politik, sejak awal pemerintah Jepang melarang berserikat dan berkumpul. Dalam rangka menancapkan kekuasaan
di Indonesia, pemerintah militer jepang melancarkan strategi politisnya dengan
membentuk gerakan Tiga A. Gerakan ini merupakan upaya Jepang untuk merekrut dan mengerahkan tenaga
rakyat yang akan dimanfaatkan dalam perang Asia Timur Raya. Berbagai propaganda
akan dilakukan agar gerakan tersebut sukses dan Indonesia dapat meyakini bahwa
Jepang adalah bangsa Asia yang memiliki kelebihan dan dapat diharapkan
membebaskan Indonesia dari penjajahan Barat.
Gerakan Tiga A dalam realisasinya, tidak mampu
bertahan lama, karena rakyat Indonesia tidak sanggup menghadapi kekejaman
militer Jepang dan berbagai bentuk eksploitasi yang dilakukan. Ketidaksuksesan gerakan Tiga
A membuat Jepang
mencari bentuk lain untuk dapat menarik simpati rakyat. Upaya yang dilakukan
adalah menawarkan kerjasama dengan para pemimpin indonesia untuk membentuk “Putera”. Melalui Putera diharapkan para
pemimpin nasional dapat membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual untuk
mengabdikan pikiran dan tenaganya demi kepentingan perang melawan Sekutu.
Melihat peluang untuk melakukan perjuangan
secara non kooperasi sulit dilakukan, akhirnya para pemimpin mencoba
memanfaatkan peluang kerjasama tersebut, dengan harapan Putera dapat menjadi
wadah untuk menggalang persatuan dan
menjadi kekuatan tersembunyi. Paling tidak Putera akan menjadi wadah untuk
melakukan konsolidasi kekuatan minimal para pemimpin dapat berdialog dengan
rakyat melalui sarana atau fasilitas
yang dimiliki pemerintah Jepang.
Langkah pendudukan selanjutnya Jepang membentuk
Dinas Polisi Rahasia yang disebut Kempetai bertugas mengawasi dan menghukum
pelanggaran terhadap pemerintah Jepang. Pembentukan Kempetai ini menyebabkan
tokoh-tokoh pergerakan Nasional Indonesia memilih sikap kooperatif untuk
menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, karena kekejaman Kempetai yang sangat terkenal.
Diskriminasi politik tentara pendudukan juga diterapkan, untuk membedakan
wilayah Jawa dengan luar Jawa. Untuk pulau Jawa Jepang bersikap lemah karena
pertimbangan jauh dari Sekutu, sementara untuk luar Jawa sebaliknya mendapat
pengawasan yang sangat ketat.
Selain itu, Jepangpun melakukan propaganda
untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan cara:
a. Menganggap Jepang sebagai saudara
tua bangsa Asia
b. Melancarkan semboyan 3A (Jepang
pemimpin, Jepang cahaya dan Jepang pelindung Asia)
c. Melancarkan simpati lewat pendidikan
berbentuk beasiswa pelajar.
d. Menarik simpati umat Islam untuk
pergi Haji
e. Menarik simpati organisasi Islam
MIAI
f. Melancarkan politik dumping
g. Mengajak untuk bergabung tokoh-tokoh
perjuangan Nasional seperti: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta serta
Sutan Syahrir, dengan cara membebaskan tokoh tersebut
dari penahanan Belanda.
Selain propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa
pembentukan badan-badan kerjasama seperti berikut:
§ Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dengan
tujuan membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual agar menyerahkan tenaga
dan pikirannya untuk mengabdi kepada Jepang.
§ Jawa Hokokai (Himpunan kebaktian
Jawa) merupakan organisasi sentral dan terdiri dari berbagai macam profesi
(dokter, pendidik, kebaktian wanita pusat dan perusahaan).
Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus
memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan perang). Sistem ini diterapkan di
setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan
Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah.
Setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda
kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah Hindia Belanda menjadi 3 daerah
pemerintahan militer:
1)
Daerah bagian tengah meliputi Jawa dan
madura dikuasai oleh tentara keenambelas denagan kantor pusat di Batavia.
2)
Daerah bagian Barat meliputi Sumatera dengan kantor pusat di Bukit tinggi
dikuasai oleh tentara keduapuluhlima.
3)
Daerah bagian Timur
meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku dan Irian Jaya dibawah
kekuasaan armada selatan kedua dengan pusatnya di Makassar.
Selain kebijakan politik di atas, pemerintah
Militer Jepang juga melakukan perubahan dalam birokrasi pemerintahan, diantaranya
adalah pembentukan organisasi pemerintahan di tingkat pusat dengan membentuk
Departemen dan pembentukan Cou Sang In atau dewan penasehat.
Untuk mempermudah pengawasan dibentuk tiga
pemerintahan militer yakni:
a.
Pembentukan Angkatan Darat/Gunseibu, membawahi Jawa dan Madura dengan
Batavia sebagai pusat dan dikenal dengan tentara ke enam belas dipimpin oleh
Hitoshi Imamura.
b.
Pembentukan Angkatan Darat/Rikuyun, yang membawahi Sumatera dengan pusat
Bukit Tinggi (Sumatera Barat) yang dikenal dengan tentara ke dua puluh lima
dipimpin oleh Jendral Tanabe.
c.
Pembentukan Angkatan Laut/Kaigun, yang membawahi Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) yang dikenal
dengan Armada Selatan ke dua dengan nama Minseifu dipimpin Laksamana Maeda.
Dengan sistem sentralisasi kekuasaan, Jepang
mencoba untuk menanamkan kekuasaan di Indonesia. Pulau Jawa menjadi pusat
pemerintahan yang terpenting, bahkan jabatan Gubernur Jenderal masa Hindia
Belanda dihapus dan diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa.
Sementara status pegawai dan pemerintahan sipil masa Hindia Belanda tetap
diakui kedudukannya asal memiliki kesetiaan terhadap Jepang. Status badan
pemerintahan dan UU di masa Belanda tetap diakui sah untuk sementara, asal
tidak bertentangan dengan aturan kesetiaan tentara Jepang.
Jadi, dampak kebijakan pemerintah militer Jepang di bidang
politik dan birokrasi yang dirasakan bangsa Indonesia antara lain terjadinya
perubahan struktur pemerintahan dari sipil ke militer, terjadi mobilitas sosial
vertikal (pergerakan sosial ke atas dalam birokrasi) dalam masyarakat
Indonesia. Bangsa Indonesia mendapat pelajaran
berharga sebagai jawaban cara mengatur pemerintahan, karena adanya kesempatan
yang diberikan pemerintah Jepang untuk menduduki jabatan penting seperti
Gubernur, dan wakil Gubernur, Residen, Kepala Polisi.
B. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang.
Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang
adalah sebagai berikut:
1)
Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber
daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin
perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan
penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan
difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan
produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
2)
Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi
pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan
dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah
meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan
sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena
tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula,
pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan
merusak tanah.
3)
Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan
daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat
beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat
menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.
4)
Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga
tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya
pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara
besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta
instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan
menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40%
menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit,
gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda
hampir di setiap desa di pulau Jawa. Sebagai perlawanan terhadap rasa lapar, telah
memaksa bangsa Indonesia memakan keladi gatal, bekicot, umbi-umbian, batang
pohon pisang, batang pohon pepaya, dan lain-lain.
5)
Sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasakan bertambah berat pada
saat rakyat juga merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. Pakaian
rakyat compang camping, ada yang terbuat dari karung goni yang berdampak
penyakit gatal-gatal akibat kutu dari karung tersebut. Adapula yang hanya
menggunakan lembaran karet sebagai penutup.
Bentuk praktek-praktek eksploitasi ekonomi masa pendudukan Jepang telah
begitu banyak menghancurkan sumber daya alam, menimbulkan krisis ekonomi yang
mengerikan dan berakhir dengan tingginya tingkat kematian.
C. Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang.
Luasnya daerah pendudukan Jepang,
menyebabkan Jepang memerlukan tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya untuk
membangun sarana pertahanan berupa kubu-kubu pertahanan, lapangan udara
darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Tenaga untuk mengerjakan
semua itu, diperoleh dari desa-desa di Jawa yang padat penduduknya melalui
suatu sistem kerja paksa yang dikenal dengan Romusha. Romusha ini dikoordinir
melalui program Kinrohosi atau kerja bakti.
Pada awalnya mereka melakukan dengan sukarela, lambat laun karena terdesak
perang Pasifik maka pengerahan tenaga diserahkan pada panitia pengerah
(Romukyokai) yang ada di setiap desa. Banyak tenaga Romusha yang tidak kembali
dalam tugas karena meninggal akibat kondisi kerja yang sangat berat dan tidak
diimbangi oleh gizi dan kesehatan yang mencukupi. Tentara Jepang yang
mengawasi kerja para Romusha tidak membiarkan satu detik pun para Romusha
beristirahat. Romusha dipekerjakan tanpa diberi makan dan minum. Kondisi sosial yang memprihatinkan
tersebut telah memicu semangat Nasionalisme para pejuang Peta untuk mencoba
melakukan pemberontakan karena tidak tahan menyaksikan penyiksaan terhadap para
Romusha.
Praktek eksploitasi atau pengerahan sosial lainnya adalah
bentuk penipuan terhadap para gadis Indonesia untuk dijadikan wanita penghibur
(Jugun Ianfu) dan disekap dalam kamp tertutup.
Para wanita ini awalnya diberi iming-iming pekerjaan sebagai perawat, pelayan
toko, atau akan disekolahkan, ternyata dijadikan pemuas nafsu untuk melayani
prajurit Jepang di kamp-kamp: Solo, Semarang, Jakarta, Sumatera Barat. Kondisi
tersebut mengakibatkan banyak gadis yang sakit (terkena penyakit kotor), stress
bahkan adapula yang bunuh diri karena malu.
Adapun kebijakan pemerintah Jepang
di bidang sosial yang dapat dirasakan manfaatnya seperti pembentukan Tonarigami
(RT), satu RT ± 10 - 12 kepala keluarga. Pembentukan RT ini bertujuan untuk
memudahkan pengawasan dan memudahkan dalam mengorganisir kewajiban rakyat serta
memudahkan pengawasan dari pemerintah desa.
D. Kehidupan Kebudayaan Masyarakat Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang.
Kebijakan yang diterapkan pemerintah Jepang di
bidang pendidikan adalah menghilangkan diskriminasi atau perbedaan siapa yang boleh mengenyam atau merasakan pendidikan. Rakyat dari lapisan manapun berhak
untuk mengenyam pendidikan formal. Jepang juga menerapkan jenjang pendidikan
formal seperti di negaranya yaitu: SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun.
Sistem ini masih diterapkan oleh pemerintah Indonesia sampai saat ini sebagai
satu bentuk warisan Jepang.
Satu hal yang melemahkan dari aspek pendidikan
adalah penerapan sistem pendidikan militer. Sistem pengajaran dan kurikulum
disesuaikan untuk kepentingan perang. Siswa memiliki kewajiban mengikuti
latihan dasar kemiliteran dan mampu menghapal lagu kebangsaan Jepang. Begitu
pula dengan para gurunya, diwajibkan untuk menggunakan bahasa Jepang dan
Indonesia sebagai pengantar di sekolah menggantikan bahasa Belanda. Untuk itu
para guru wajib mengikuti kursus bahasa Jepang yang diadakan.
Kebijakan pemerintah Jepang dengan melarang
penggunaan bahasa Belanda dan bahasa Inggris telah memberikan keleluasaan
pemakaian bahasa Indonesia baik di sekolah-sekolah manapun dalam kehidupan
sehari-hari. Hal tersebut memberikan pengaruh yang sangat positif bagi
perkembangan dan penyebarluasan bahasa Indonesia ke seluruh pelosok tanah air.
Jepang mengembangkan budaya yang dimiliki melalui
Japanisasi budaya Indonesia. Wujudnya seperti dibudayakan lagu-lagu dan
tari-tarian Jepang, dan penggantian tahun Masehi menjadi tahun Showa. Pemerintah
Jepang juga melakukan pemaksaan
terhadap masyarakat Indonesia agar terbiasa melakukan penghormatan
kepada Tenno ( Kaisar) yang dipercayai sebagai keturunan dewa matahari (Omiterasi
Omikami). Sistem penghormatan kepada kaisar dengan cara membungkukkan badan
menghadap Tenno, disebut dengan Seikeirei. Penghormatan Seikerei ini, biasanya
diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang ( kimigayo) . Tidak semua
rakyat Indonesia dapat menerima kebiasaan ini, khususnya dari kalangan Agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar